Seperti telah kita sama-sama ketahui, perang yang
berkecambuk di benua Afrika dalam dekade 1960an memberikan dampak yang
irasional terhadap popularitas Vespa khususnya di tanah air tercinta
ini. Sebagai bagian dari kepedulian Bangsa Indonesia terhadap
perdamaian dunia, maka setelah berakhirnya Perang Congo (negara ini
beberapa kali berganti nama Congo, Zaire, Congo) tanggal 31 Juli 1960
PBB mendaulat Republik Indonesia untuk mengirimkan pasukannya guna
menjadi bagian dari pasukan penjaga perdamaian di Negara Congo. Wujud
kepedulian yang tinggi atas perdamain di muka bumi, Bangsa Indonesia
mengutus pasukan terbaiknya ke Congo dengan sandi Pasukan Garuda
Indonesia melalui beberapa kali pendaratan.
Setelah
tugas sebagai pasukan penjaga perdamaian diselesaikan, Pasukan Garuda
Indonesia menerima tanda penghargaan dari Pemerintah Republik Indonesia,
dimana salah satunya berupa Vespa (dari beberapa sumber mengatakan
bahwa dalam pemberian itu juga ada yang berbentuk uang dan beberapa peti
jarum jahit). Terlihat disini Vespa sesungguhnya telah mengikat kita
(para scooteris) dengan bangsa kita dalam kancah internasional, walaupun
tidak pernah tertulis dalam tinta emas sejarah republik ini.
Menarik
disimak bahwa penghargaan Vespa tersebut juga tidak terlepas dari
tradisi dalam dunia kemiliteran. Beberapa sumber mengatakan bahwa untuk
Vespa yang berwarna hijau 150cc ditujukan bagi tentara yang lebih
tinggi tingkat kepangkatannya, sementara yang berwarna kuning dan biru
125cc untuk tingkat kepangkatan yang lebih rendah. Selain itu guna
melengkapi jati diri atas Vespa dimaksuk juga disematkan tanda nomor
prajurit yang bersangkutan, pada sisi sebelah kiri handlebar (stang)
yang berbentuk oval terbuat dari bahan kuningan serta sebuah piagam
penghargan yang menyertainya.
Setelah itu maka
pada tahun-tahun tersebut ramailah Vespa dengan sebutan Vespa Congo
berseliweran di jalan-jalan, sebuah Vespa baru yang menambah tipe Vespa
sebelumnya telah hadir. Kondisi ini ternyata juga memberikan dampak
positif bagi penjualan Vespa di tanah air saat itu.
Vespa
Congo yang berbentuk bulat telah memberikan konstribusi berupa iklan
gratis bagi importir Vespa di Indonesia. Perkembangan ini kemudian
menimbulkan semacan stigma disini bahwa Vespa yang berbentuk bulat ya
Vespa congo.
Jadi jangan heran apabila saat ini
generasi sebelum kita menyebut Vespa bulat dengan sebutan Vespa Congo,
walaupun Vespa yang dimaksud sesungguhnya adalah Vespa keluaran tahun
1962 atau Vespa keluaran tahun 1965.
Seiring
dengan perjalanan waktu maka mulailah sebuah evolusi kepunahan atas
Vespa Congo di tanah air terjadi. Banyak sebab yang menjadikan hal
tersebut terjadi, seperti telah dijualnya Vespa dimaksud oleh pemilik
aslinya atau ada beberapa bagian yang rusak berat sehingga sangat sulit
untuk diperbaiki. Hal ini mengingat terbatasnya jumlah Vespa jenis
tersebut yang disebabkan keberadaanya juga sangat signifikan dengan
jumlah tentara kita yang menerimanya.
walaupun
penulis pernah menemui Vespa jenis tersebut yang bukan milik Pasukan
Garuda Indonesia (sepertinya pernah juga Vespa jenis tersebut masuk ke
Indonesia melalui importir Vespa waktu itu), namun tetap saja pasokan
akan suku cadang maupun hal-hal lain yang menyertainya, seperti spakbor
depan atau speedo meternya sangat minim tersedia. Tidak demikian halnya
dengan Vespa jenis lain yang masih banyak diproduksi walaupun oleh
rumah produksi lokal.
Dengan kondisi tersebut
diatas maka Vespa Congo mulai masuk daftar sebagai salah satu The Most
Wanted Vespa in Indonesia, yang dijadikan tunggangan scooteris maupun
sebagai barang koleksi bagi kolektor Vespa. Salah satu keunikan Vespa Congo adalah Vespa jenis
tersebut tidak diproduksi oleh Italy melainkan oleh German. Dengan
berbahan baku plat baja yang lebih keras daripada Vespa bulat umumnya,
Vespa Congo memiliki tingkat kelengkapan lebih daripada Vespa made in
Italy yang umum beredar di Indonesia (VBB1T maupun VBB2T).
Vespa
Congo adalah bukti penetrasi scooter produk Italy yang merambah dunia.
Untuk dapat mengetahui hal ini dapat dimulai dari perkembangan Vespa di
German.
Jacob Oswald Hoffmann adalah pemilik pabrik sepada di Lintorf, sebuah kota yang terletak di Utara Dusseldorf. Dia membangun sendiri pabrik tersebut dengan membeli sebidang tanah yang diatasnya telah berdiri beberapa gedung bekas pabrik pacul/cangkul setelah berakhirnya perang. Suatu ketika peda awal 1949 ia mendapati beberapa foto Vespa hasil jepretan wartawan berada diatas meja kerjanya. Dari sini ada perbedaan yang fundamental, kemudian Hoffman mencari tahu lebih banyak mengenai objek foto tersebut.
Kesempatan
datang saat di Frankfurt Show, dimana Hoffmann dan Vespa bertemu
langsung untuk pertama kalinya. Dari sana kemudian Hoffmann
berkeinginan membangun pabrik Vespa di Lintorf. Ia kemudian mengajukan
kepada Piaggio untuk diberikan lisensi membangun Vespa bagi pasar
German.
Piaggio sangat mendukung permintan
Hoffmann tersebut. Mereka kemudian melihat secara langsung kemungkinan
akan pasar Vespa di German dan mendapatkan bahwa Vespa dapat diterima
oleh pasar German. Langkah berikutnya adalah mereka mengadakan
pendekatan kepada beberapa importir, akan tetapi para importir tersebut
tidak ada yang berminat. Penundaan ini diminimalisir dengan mempercepat
penandatanganan kesepakatan kerjasama diantara keduanya, dan mulailah
Hoffmann sebagai pemilik lisensi utama atas produk Vespa untuk seluruh
German Barat juga sebagai pasar Vespa di bagian Utara negara tersebut
dan berhak atas export ke Belanda, Belgia serta Denmark. Pertanggung
jawaban penjualan untuk wilayan bagian Selatan negara tersebut ditangani
oleh Vespa Marketing GmbH di Frankfurt.
Vespa
ternyata cepat populer di German, media massa mengangkatnya sebagai
produk yang inovatif dan stylis serta memuji Piaggio atas ciptaannya
berupa kendaraan transportasi roda dua yang sangat menarik. Tahun 1953,
pabrik Hoffmann telah memproduksi lebih dari 400 unit Vespa setiap
minggunya. Akan tetapi memasuki tahun-tahun berikutnya angka produksi
menurun hingga setengahnya. Dalam kondisi perekonomian German yang
tidak menguntungkan tersebut, Hoffmann percaya akan jalan keluarnya
yaitu tetap pada jalur kompetisi dan ia menciptakan Vespa dengan
performa yang lebih bagus.
Kemudian ia
menciptakan Vespa dengan sebutan model Konigin yang terlihat gagah
dengan ditambahkan sentuhan chromm serta lampu depan dan lain
sebagainya. Biaya pengembangan Konigin ternyata sangat mahal, dan
membahayakan kondisi keuangan Hoffmann. Pembuatan scooter jenis baru
lainnya juga menjadikan kerjasama antara Hoffmann dengan Piaggio
terputus, memasuki awal tahun 1955 kongsi keduanya bubar.
Piaggio
kemudian menjalin hubungan dengan Messerschmitt Co. yang kemudian
mengeluarkan produksi Vespa pertamya di tahun 1955. Mereka mengeluarkan
dua model yaitu 150 Touren dan GS yang diklaim lebih dahsyat. Mereka
juga menyediakan purna jual dan service serta spare part bagi Vespa
produksi Hoffmann. Kerjasama ini berlanjut hingga akhir tahun 1957.
Setelah
itu berdirilah Vespa GmbH Augsburg, perusahaan patungan antara Piaggio
dan Martial Fane Organisation, kongsi ini kemudian juga menyediakan
beberapa bagian bagi Vespa Messerschmitt.
Kedua
model yang dibuat saat kongsian dengan Messerchmitt (150 Touren dan GS)
kemudian dikembangkan dengan beberapa modifikasi. Selain itu Vespa GmbH
Augsburg juga melahirkan Vespa 125 cc yang pertama kali diperkenalkan
dalam tahun 1958. Produksi berlanjut hingga tahun 1963, yang merupakan
saat puncak perubahan scooter dan diproduksinya yang sudah tidak terlalu
banyak. Pada kelanjutannya German kemudian mengimpor Vespa langsung
dari Italy.
Dari uraian tersebut diatas
dimanakah saudara kandung Vespa Congi kita sebenarnya? Ada beberapa hal
yang patut diperhatikan disini, yaitu, pertama dari sisi tahun kerjasama
antara Piaggio dengan beberapa perusahaan di German dan kedua dari sisi
tahun serta nomor produksi yang menyertai Vespa Congo itu serndiri.
Dari penelusuran penulis terhadap beberapa Vespa Congo yang ada
berdasarkan tahun keluaran dalam BPKB adalah tahun 1958 hingga 1963, hal
ini sangat sinkron apabila dikaitkan dengan selesainya tugas Pasukan
Garuda Indonesia saat menjadi pasukan penjaga perdamaian di Congo.
Untuk kurun waktu tersebut maka kerjasama antara Piaggio dengan Hoffmann
tidak masuk hitungan. Hal ini disebabkan kongsian keduanya bubar di
tahun 1955 dan produk dari kerjasama kedua berbentuk Vespa dengan model
stang sepeda dan menggunakan Fender Light. Kerjasama
kedua Piaggio di German bersama Messerschmitt. Dari kerjasama inilah
keluar produk Vespa GS yang sering disebut di Indonesia GS versi German
dan 150 Touren yang merupakan cikal bakal Vespa Congo kita, akan tetapi
kongsian itupun tidak bertahan lama karena di tahun 1957 mereka bubar.
Namun pengembangan GS dan 150 Touren terus berlanjut, saat Piaggio
kerjasama dengan Martial Fane Organization dengan mendirikan Vespa GmbH
Ausgsburg 1958, dari kerjasama inilah kemudian lahir apa yang kita sebut
sebagai Vespa Congo.
Ciri khas Vespa Congo yang membedakan dengan Vespa sejenisnya
- Spakboard bulat tidak ada sambungannya seperti vespa umumnya.
- Ring (pelek/teromol) 10 inchi.
- Punya tonjolan seperti tombol/saklar di sambungan koplingnya (posisi setang sebelah kiri).
- Spidometer kotak & agak besar (berbeda dengan spidometer VNA/VNB).
- Ada lambang garuda di body depan sebelah kiri (sekarang jarang yang ada).
- Di atas spidometer ada lampu kecil seperti lampu cabe.
- Nomor mesin diawali dengan kode VGLB.
- Satu ciri khas terpenting adalah di BPKB tercantum tulisan ex Brigade Garuda III.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar